Oleh: Ahmad Zuhri Adnan
h dan Madinah jauh lebih indah. Masjid Nabawi Madinah dan Masjidil haram Mekkah begitu megah dan bersih. Tentu saja menciptakan suasana nyaman tersendiri bagi jamaah haji. Bangunan-bangunan kokoh menjulang tinggi, eksotis dan elegan. Jalan-jalan rata, kuat dan bebas hambatan. Semuanya dibangun dengan peralatan canggih dan bahan metarial kelas super dunia.Sungguh amat pesat perkembanagan pembangunan di mekah (juga madinah).
Selain karena perluasan Masjidil Haram, hotel berbintang telah banyak dibangun di sekitar Masjidil Haram dengan jarak yang cukup dekat. Hal ini tentu menjadi nilai positif karena jamaah bisa lebih dekat untuk mendatangi Masjidil Haram. Bangunan hotel yang kini bertambah adalah adanya hotel Raffles Makkah Palace yang bisa melihat secara langsung Masjidil Haram hanya dari dalam kamar saja. Hotel ini sudah dilengkapi dengan empat buah restoran di dalamnya.
Ada yang lebih fenomenal yaitu, dibangunnya The Abraj Al-Bait Towers atau Makkah Clock Tower. Bangunan menjulang tinggi yang juga dikenal sebagai Menara Clock Royal Mecca Hotel, adalah sebuah kompleks bangunan di Mekkah, Arab Saudi. Menara ini merupakan bagian dari Proyek Abdulaziz Raja Endowment yang berusaha untuk memodernisasi kota suci dalam melayani para peziarah. Kompleks ini memegang beberapa rekor dunia yaitu sebagai menara jam tertinggi di dunia, wajah jam terbesar di dunia dan bangunan dengan luas lantai terbesar di dunia.
Menara hotel Kompleks ini menjadi gedung tertinggi kedua di dunia pada tahun 2012, hanya dilampaui oleh Dubai Burj Khalifa. menara dengan tinggi bangunan mencapai 601 meter, dengan 76 tingkat serta 858 kamar ini letaknya 800 meter dari Masjidil Haram. Di sisi kanan kiri terdapat jam raksasa. Empat muka jam di puncaknya masing-masing berbentuk mirip Big Ben di London, meskipun mengalahkannya dalam ukuran: diameternya masing-masing 46 meter, dengan jarum panjang yang melintang 22 meter. Berbeda dengan Big Ben, Abrojul Bait di atasnya diterangi dua juta lampu LED tertulis , "Allahu Akbar". Pengeras suara di menara jam menjadi pelengkap. Gunanya, untuk mengumandangkan azan. Dari sini, suara azan bisa terdengar sampai jarak tujuh kilometer.
Sepertinya Masjidil Haram Mekkah harus bertranformasi bukan sebagai bangunan suci namun sebuah tempat untuk memenuhi permintaan dan penawaran pasar, pasar ziarah agama. Di Indonesia sendiri bisnis ziarah ke Mekah merupakan bisnis yang menggiurkan, berjuta-juta orang berziarah umroh atau bahkan mengantri untuk mendapatkan porsi menunaikan ibadah kelima rukun Islam yaitu haji. Bahkan Mekah menjadi ikon destinasi alternatif selain di Eropa, Amerika, Selandia Baru atau tempat eksotis lainnya. Destinasi itu pun kian “halus” kedengarannya jika digabung menjadi bentuk kata “destinasi liburan dan ibadah”.
Modernisasi itu bukan tanpa resiko, yaitu lenyapnya situs-situs sejarah peradaban dan perkembanagn Islam yang menjadi daya inspiring dan ibroh perjuangan Rasulullah, terutama bangunan di sekeliling Masjidil Haram. Logis memang!. Upaya itu merupakan ikhtiar baik pemerintah Arab Saudi, seiring dengan jumlah jamaah haji yang kian tahun kian meningkat maka dibutuhkan perluasan agar dapat menampung jamaah yang datang dari seluruh penjuru dunia.
Salah satu bangunan sejarah yang telah dihancurkan dan tinggal namanya saja adalah Darul Arqam, tempat tersebut merupakan tempat dakwah Rasulullah SAW secara sembunyi-sembunyi. Dan di situ pula Umar bin Khattab membaca dua kalimat syahadat dan masuk Islam. Setelah dihancurkan untuk perluasan Masjidil Haram, nama Darul Arqam menjadi nama salah satu pintu dekat dengan tempat sa’i.
Selain itu situs yang telah hancur adalah tempat Rasul Muhammad mengawali perjalanan Isra' Mi'raj (620 M). Situs lain yang ikut dihancurkan adalah kolam peninggalan Dinasti Ottoman dan Dinasti Abbasiyah. Di tempat-tempat tersebut, dikatakan menyimpan segudang peninggalan kejayaan Islam berupa dokumentasi kaligrafi (seni menulis ayat-ayat suci Al-quran) tertua di dunia. Tempat-tempat yang lenyap itu juga mengandung sejarah bagi masa Khulafaur Rasyidin (632 - 661 M).
Rumah istri Nabi Siti Khadijah pun kini sudah berubah menjadi toilet. Kabarnya, pada saat pembongkaran tempat tersebut, ditemukan bekas-bekas peninggalan Nabi Muhammad seperti Mihrab Nabi yang menghadap ke Ka’bah, bak wudhu Nabi, kamar Nabi, dan tempat dilahirkannya Fatimah. Lalu ada beberapa situs yang menunggu diratakan dengan tanah, yakni antara lain tiang-tiang tua dari periode Utsmani dan Abbasiah (Abad ke-17) di Masjidil Haram; rumah tempat kelahiran Nabi Muhammad; dan rumah paman Nabi Hamzah bin Abdul Muthalib.
Ini sangat dikhawatirkan oleh banyak kalangan sedunia. Kesan sakral mulai luntur dan spirit perjuangan Rasulullah dalam menegakkan kalimat Allah susah untuk terrefleksi. Dalam catatan Sami Angawy, arsitek dan pendiri Pusat Penelitian Ibadah Haji di Jeddah, menyebutkan bahwa selama 50 tahun terakhir, sekitar 300 bangunan sejarah telah diruntuhkan. Selain Angwy, Dr Irfan Alawi—yang juga Direktur Eksekutif Islamic Heritage Research Foundation—mengatakan setidaknya Mekkah dan Madinah sudah kehilangan 400 hingga 500 situs suci bersejarah. Gulf Institute yang bermarkas di Washington memperkirakan 95 persen situs berusia milenium di Mekkah telah dihancurkan dalam dua dekade terakhir. Paham yang berkuasa di Arab Saudi ini hendak mencegah orang jadi “syrik” bila berziarah ke petilasan Nabi, bila menganggap suci segala bekas yang ditinggalkan Rasulullah.
Memang, medernisasi tanah suci menawarkan eksotisme sendiri bagi siapa pun yang melihatnya. Termasuk saya ketika menginjakkan kakiku di Madinah, tepatnya tanggal 10 September 2014. Saya mendapat kesempatan untuk memenuhi panggilan Ibrahim untuk menuanikan rukun Islam terakhir, ibadah haji. Masuk gelombang satu kloter 29 via embarkasi Bekasi-Jakarta.
Apa yang saya bayangkan dan berdasarkan cerita-cerita orang yang pernah berhaji ternyata Mekkah dan Madinah jauh lebih indah. Masjid Nabawi Madinah dan Masjidil haram Mekkah begitu megah dan bersih. Tentu saja menciptakan suasan nyaman tersendiri bagi jamaah haji. Bangunan-bangunan kokoh menjulang tinggi, eksotis dan elegan. Jalan-jalan rata, kuat dan bebas hambatan. Semuanya dibangun dengan peralatan canggih dan bahan metarial kelas super dunia.
Fasilitas masjid Nabawi membuat siapapun yang melihat pasti berdetak kagum. Betapa tidak, masjid Nabawi yang awalnya hanya berukuran sekitar 50 × 50 m, dengan tinggi atap sekitar 3,5 m, saat ini mengalami super perubahan. Saat ini, apabila halaman masjid dipenuhi jamaah sholat, maka Masjid Nabawi dan halamannya dapat menampung 650.000 jemaah pada musim biasa (low season) dan lebih dari 1.000.000 jemaah pada musim haji atau bulan ramadhan (high season).
Nabawi memiliki kubah dengan berat 80 ton yang terbuat dari kerangka baja dan beton yang dilapisi kayu pilihan dengan hiasan relief yang bertatahkan batu mulia sejenis phirus yang sangat indah, sedangkan bagian luar atasnya dilapisi keramik tahan panas. Untuk menyejukkan suasana dalam masjid, dibangun satu unit AC sentral raksasa di atas tanah seluas 70.000 m2 yang terletak 7 km sebelah barat masjid. Hawa dingin yang dihasilkan sistem ini dialirkan melalui pipa bawah tanah dan didistribusikan ke seluruh penjuru masjid melalui bagian bawah setiap pilar yang berjumlah 2.104 buah.
Masjid Nabawi juga memiliki menara baru yang berketinggian 104 meter. Di atasnya terdapat ornamen bulan sabit dari bahan perunggu yang dilapisi emas murni 24 karat dengan tinggi 7 meter dan berat 4,5 ton. Pada ketinggian 87 meter dipasang sinar laser yang memancarkan cahaya ke arah Mekah sejauh 50 km untuk menunjukkan arah kiblat dan dinyalakan pada saat-saat tertentu (waktu sholat). Sekarang Masjid Nabawi memiliki 10 menara yang sangat eksotis dan mahal. lampu kristal di dalam masjid semakin menciptakan suasana cerah namun sejuk. Lampu cantik tersebut disusun dengan kerangka dari bahan kuningan berlapis emas berjumlah 674 buah, terdiri dari 3 macam ukuran. Yang besar berukuran garis tengah 342 cm dengan berat 485 kg. Yang besar berukuran garis tengah 342 cm dengan berat 485 kg (seperti yang terdapat di Roudloh), yang sedang berukuran garis tengah 140 cm seberat 145 kg, dan yang kecil berukuran garis tengah 120 cm dengan berat 125 kg. Lampu-lampu ini dipesan khusus dari Italia, produsen kristal terkenal Eropa.
Pada bagian tengah Masjid Nabawi terdapat dua ruang terbuka yang setiap ruang dilengkapi 6 buah payung artistik, hasil perpaduan arsitektur modern dan teknologi canggih. Dengan dukungan dana yang tidak sedikit lahirlah sebuah karya yang patut dibanggakan berupa 12 payung raksasa peneduh panas yang dapat terbuka dan tertutup secara otomatis yang diatur oleh sistem komputer. Selain itu melalui sebagian batang tubunya dipasang AC yang secara otomatis pula memancarkan hawa dingin. Selain itu ada payung-payung eksotis yang bernama mudzillat. Jumlahnya sekitar 180 yang berdiri disekitar empat sisi masjid. Sangat indah dan memesona bagi siapapun yang melihatnya. Ketika mulai semakin siang, payung yang berada di masjid tersebut mulai terkembang, untuk melindungi dari panas sengatan matahari, dan apabila petang menutup secara otomatis.
Ada yang lebih dari itu semua. Ya, di dalam masjid terdapat pusara Nabi Muhammad Saw. Dulu pusara tersebut adalah rumah kediaman Nabi Muhammad SAW. Di sebelah kanannya terdapat Roudloh. Roudloh yaitu lokasi yang ada di dalam Masjid Nabawi, posisinya terletak antara Mimbar dan makam Nabi, yang sekarang ditandai oleh pilar-pilar berwarna putih dengan ornamen yang khas sedangkan lantainya dilapisi permadani wool yang sangat indah dan unik. Roudloh juga disebut Taman Surga berdasarkan hadits Nabi yang berbunyi (artinya), ‘Diantara rumahku dan mimbarku adalah sebagian taman surga’ (Muttafaq ‘alaih). Bahwa Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dan berbagai kebahagiaan di tempat itu, karena di tempat itu dilakukan zikir dan pemujaan kepada Allah, yang karenanya dijanjikan surga. Tempat itu kelak setelah kiamat benar-benar akan dipindahkan oleh Allah SWT ke surga, sehingga ia menjadi bagian dari taman surga yang hakiki. Selain itu orang-orang yang pernah berdoa di Roudloh akan melihatnya di surga.
Namun demikian di balik pesat dan eksotisnya, madinah juga mengalami nasib yang sama seperti mekkah. situs-situs peninggalan sejarah yang sakral dan kaya nilai, lenyap. diantaranya yaitu, makam syuhada baqi. Kalau dulu tahun 1993 kita masih bisa ziarah dan memandang ke makam baqi dengan hanya berdiri seperti halnya bila kita berdiri di luar tempat pemakaman umum di Indonesia. Tapi perubahan yang sekarang adalah, pemakaman baqi tidak bisa dilihat atau diziarahi hanya dengan berdiri karena pemakaman itu sekarang sudah dikurung dengan tembok berlapis marmer setinggi kira-kira 6-10 meter tingginya, sehingga kalau kita mau berziarah dan melihat makam syuhada baqi harus menaiki anak tangga dulu sekitar 5 meter.
Masjid Qiblatain, (masjid 2 kiblat), dulu tahun 1993 masjid ini memiliki 2 mimbar, satu menghadap Makkah, satu lagi menghadap Baytul Maqdis. Tapi sekarang ; mimbar yang menghadap Masjidil Aqso sudah dihilangkan sehingga tidak ada tanda lagi bahwa masjid ini memiliki 2 kiblat, sehingga sudah hilang nilai sejarahnya. “Masjid qiblatain” hanyalah tinggal sebuah nama saja, mimbarnya tinggal 1, sepantasnya nama pun berubah menjadi Masjid Qiblat, karena mimbarnya hanya satu.
Parit (Khandaq) – yang pernah digunakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk menghalau musuh dalam peperangan Khandaq atau Ahzab- pada tahun 1993 masih ada berupa gundukan tanah yang digali seperti lobang saluran air yang panjang, tapi kini Khandaq hanya tinggal nama, lokasinya sudah diuruk rata.
Selain itu, “Tanah basah” tempat dimana Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib terbunuh pada perang Uhud, sekarang sudah ditutup dengan aspal yang tebal dan dijadikan lokasi parkir kendaraan. Tapi anehnya, walupun sudah dilapisi dengan aspal, aspalnya tetap basah hingga sekarang walaupun sudah 14 abad terpanggang sinar matahari. Konon tanah ini tetap menangis selama-lamanya karena ditumpahi darah. Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib ra, adalah seorang yang sangat gagah berani di medan Uhud, dan mati syahid dibunuh oleh budak Hindun, isteri Abu Sufyan, dan ibu dari Muawiyyah.
Selain itu Kota Madinah sebetulnya memiliki sebuah sumur abadi seperti halnya sumur zam-zam di Makkah. Sumur ini adalah peninggalan Rasulullah SAW, yang masih tetap mengeluarkan air hingga sekarang. Namanya adalah sumur “Tuflah”, lokasinya dipinggiran kota Madinah. Tuflah asal katanya berarti air ludah, konon kata kuncen penjaga sumur ini, sumur ini dibuat semasa Rasulullah SAW dalam perjalanan menuju kota Madinah, namun ketika itu kehabisan persediaan air. Akhirnya Rasulullah SAW dengan mu’jizatnya meludahi dengan air ludahnya sendiri suatu tempat di padang pasir yang gersang itu, dan saat itu juga tanah itu mengeluarkan air dan hingga sekarang dijadikan sebuah sumur yang airnya sangat jernih sejernih zam-zam, dan tetap mengalirkan air hingga sekarang.
Tapi sangat disayangkan, sumur itu tidak dilestarikan sama-sekali bahkan dibiarkan saja oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia yang beraliran Wahhabi sehingga nampak kusam dan tidak terurus sama-sekali. Maulidurrasul (rumah tempat lahir Rasululah) pun disulap menjadi perpustakaan yang tidak semua orang dapat mengunjunginya.
Terkait dengan tindakan destruktif yang dilakukan Wahabi Arab Saudi, dalam sebuah Esai, Goenawan Mohamad berkomentar, menurutnya di sebuah tulisan dari tahun 1940 Bung Karno mengutip buku Julius Abdulkarim Germanus, Allah Akbar, Im Banne des Islams, di sana Bung Karno menggambarkan kaum Wahabi sebagai orang-orang yang dengan keras dan angker mencurigai “kemoderenan”; mereka bahkan membongkar antena radio dan menolak lampu listrik. Tapi kini, seperti tampak di kemegahan Abraj al Bait bukan hanya lampu listrik yang diterima, tapi juga transformasi Mekah jadi semacam London & Las Vegas. Ini mengherankan sebenarnya: paradoksal!.
Lebih lanjut Mohamad berkomentar, “mungkin sikap dasar Wahabisme tak berubah. Menghapuskan petilasan (menidakkan masa lalu), sebagaimana menampik “kemoderenan”, (menidakkan masa depan) adalah sikap yang anti-Waktu. Jam besar di Abraj al Bait itu akhirnya hanya menjadikan Waktu sebagai jarum besi. Benda mati. Dan bagi yang menganggap Waktu benda mati, yang ada hanya rumus-rumus ibadah tanpa proses sejarah. Tapi apa arti perjalanan ziarah, tanpa menapak tilas sejarah dan menengok yang pedih dan yang dahsyat di masa silam?
Namun apa pun yang terjadi kewajiban kita adalah menunaikan ibadah haji untuk memenuhi panggilan Allah. Maka niat ikhlas ibadah harus dikedepankan tanpa ada tendensi yang mengakibatkan terreduksinya semangat kita untuk menjadi duyufurrahman yang mabrur.
H. Ahmad Zuhri Adnan, M. Pd.
Penulis adalah Pengasuh PP Majelis Tarbiyah Hidayatul Mubtadiin
Ketitang Japurabakti Cirebon
Alumni PP Lirboyo Kediri,
Mengajar Bahasa dan Sastra di SMA N 1 Lemahabang Kab. Cirebon
Dan STIBA Invada Cirebon
082127041144